Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Wisata Alam Posong, Semua Gunung Terlihat dalam Satu Frame
Kartu by.U, kartu digital pertama Indonesia
Xiaomi Redmi Cepat rusak?
Tips diet mudah, turun 8kg 2 bulan!
Cara mengembalikan foto yang terhapus

Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Aturan PHK

pengertian PHK


BOODS.ID - Artikel ini merupakan bagian pertama dari artikel yang membahas tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), silakan baca bagian-bagian lainnya untuk memahami secara menyeluruh.

Dalam dunia kerja, kita sering mendengar tentang PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja. Lantas apa itu PHK? Seperti apa aturan PHK? silakan baca artikel ini sampai selesai.

Apa yang dimaksud dengan PHK?

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga saat terjadi pemutusan PHK maka berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka. Menurut Suwatno, Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat 25 menyebutkan bahwa Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang juga dapat disebut dengan pemberhentian, separation atau pemisahan memiliki pengertian sebagai bentuk pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan.


Ketentuan PHK

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah peristiwa yang tidak diharapkan terjadi, khususnya bagi pekerja atau buruh karena dengan adanya PHK, pekerja atau karyawan yang bersangkutan akan kehilangan mata pencahariannya. Sedangkan bagi pengusaha, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berarti kehilangan pekerja yang sudah mahir atau yang telah dilatih dan diajarkan tentang prosedur kerja di perusahaan. Oleh karena itu, baik pihak pekerja, pengusaha, atau pemerintah harus berusaha untuk menghindari terjadinya Pemutusa Hubungan Kerja (PHK).

Pemerintah berkepentingan langsung dalam mengatasi masalah PHK kerena pemerintah bertanggung jawab atas kemakmuran rakyat, mengentaskan kemiskinan, keberlangsungan perputaran perekonomian nasional, dan untuk melindungi pihak-pihak yang perekonomiannya lemah. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan melarang pengusaha melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena alasan-alasan tertentu, sebagaimana yang telah diuraikan dalam Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 153.

Dalam UU Cipta Kerja yang mengatur tentang PHK, tidak ada perubahan aturan yang mendasar, hanya ada beberapa pasal yang di hapus dan ditambah. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 153 Ayat 1 sama dengan UU Cipta Kerja Pasal 153 ayaat 1.

Alasan-alasan yang tidak boleh dilakukan PHK menurut UU Cipta Kerja

1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter, selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus

2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya

4. Pekerja menikah

5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya

6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan

7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

8. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan

9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan

10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Selain alasan pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditetapkan alasan pemutusan hubungan kerja lainnya dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1).

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Posting Komentar untuk "Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Aturan PHK"